Titik "O" Kilometer Tondano

Titik "O" Kilometer Tondano
Tugu ditengah Kota Tondano

Selasa, 18 Oktober 2011

Pahlawan Nusantara yang di Asingkan ke TONDANO

Pahlawan Nusantara yang di Asingkan ke TONDANO Abad 18 adalah pucak perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda di Nusantara. Perlawanan terhadap Belanda ini umumnya bersifat kedaerahan dengan berbagai macam sebab seperti kekecewaan satu pihak karena keberpihakan Belanda pada pihak yang lain, eksploitasi masyarakat, pemaksaan hukum-hukum Belanda yang merecoki budaya dan syariat islam dan lain-lain. Akibatnya beberapa tokoh agama islam yang dipandang dapat membahayakan kepentingan Belanda di daerah ditangkapi dan diasingkan, beberapa diantaranya di “buang” ke Minahasa pada periode 1845 – 1900. Mereka berasal dari daerah yang sekarang ini disebut Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Selatan dan Sumtera Utara (Aceh). Meskipun total jumlah mereka tidak sebanyak kelompok Kyai Modjo, hanya sekitar 15 orang, namun keberadaan mereka di Kampung jawa Tondano dan sekitarnya dengan membawa kebudayaan mereka telah turut mempengaruhi budaya termasuk penganan masyarakat kampung Jawa Tondano dikemudian hari. Kelompok yang datang kemudian ke Kampung Jawa Tondano tersebut adalah: Tahun 1846 : Kyai Hasan Maulani (Asal Lengkong Cirebon) Pada seperempat abad 18 tarekat syattariyah adalah tarekat yang paling tersebar luas di daerah Banyumas. Diperkirakan, tarekat ini bersumber dari murid-murid Syekh Abdul Mukhyi, Garut, seorang mursyid tarekat Syattariyah yang mendapatkan ijazah irsyad-nya dari Syekh Abdurrauf Singkel, Aceh. Di Banyumas, Syattariyah menciptakan varian baru yang menggabungkan beberapa ajaran tarekat lain, seperti Rifaiyah dan Naqsabandi-Qodiriyah. Tarekat ini dikenal dengan nama tarekat Akmaliyah/Kamaliyah. Kyai Hasan Maulani adalah guru sekaligus pendiri tarekat Akmaliyah di Cirebon. Mendasarkan pada studi Drewes, Bruinessen dan Steenbrink menyatakan bahwa Akmaliyah merupakan tarekat yang kental dengan ajaran wahdatul wujud dan sinkretisme Jawa. Banyaknya pengikut tarekat Akmaliyah menakutkan penguasa saat itu. Hal ini mendorong Belanda membuang Kyai Hasan Maulani ke Tondano pada tahun 1846. Tahun 1848 : Pangeran Ronggo Danupoyo (Asal Surakarta Jawa tengah) Pangeran Ronggo Danupoyo adalah anak dari Pangeran aryo Danupoyo atau cucu dari Sunan Pakubuwono IV di Surakarta Jawa Tengah. Beliau menentang kebijakan Belanda, dank arena itu ia dibuang ke Tondano. Di kampung Jawa Tondano Ronggo Danupoyo menikah dengan putri dari Suratinoyo dan memperoleh 6 orang anak, satu anaknya kembali ke Jawa sedangkan 5 anaknya yang lain (2 laki dan 3 perempuan) tetap tinggal di kampong Jawa Tondano. Dari 2 orang anak laki-lakina (Raden Glemboh dan Raden Intu) menurunkan keluarga (fam) Danupoyo sekarang ini. Tahun 1850-an : Imam Bonjol (Asal Sumatra Barat) Peto Syarif yang kemudian lebih dikenal dengan Tuanku Imam Bonjol dilahirkan pada tahun 1772 di Kampung Tanjung Bunga, Kabupaten Pasaman Sumatra Barat. Ia dilahirkan dalam lingkungan agama. Mula-mula ia belajar agama dari ayahnya, Buya Nudin. Kemudian daribeberapa orang ulama lainya, seperti Tuanku Nan Renceh. Imam Bonjol adalah pendiri negeri Bonjol. Dia adalah pemimpin yang paling terkenal dalam gerakan Padri di Sumatra, yang pada mulanya menentang perjudian, adu ayam, penggunaan opium, minuman keras, tembakau, dll., tetapi kemudian mengadakan perlawanan terhadap penjajahan Belanda, yang mengakibatkan perang Padri (1821-1838). Pada tahun 1837, desa Imam Bonjol berhasil diambil alih oleh Belanda, dan Imam Bonjol akhirnya menyerah. Dia kemudian diasingkan di beberapa tempat, dan pada akhirnya dibawa ke Minahasa. Di sana Tuanku Imam Bonjol wafat tanggal 6 Nopember 1864 dalam usia 92 tahun, dikebumikan di Desa Lotak Pineleng berjarak 25 km dari Tondano ke arah Manado. Bebrapa pengikut Imam Bonjol kemudian menikah dengan wanita kampung Jawa Tondano adalah; Malim Muda (menikah dengan cucu Kyai Demak), Haji Abdul Halim (menikah dengan Wonggo-Masloman), Si Gorak Panjang (menikah dengan putri Nurhamidin), dan Malim Musa. Dari (diantara) mereka menurunkan keluarga (fam) Baginda di Minahasa dewasa ini. Tahun 1861 : K.H. Ahmad Rifa'i (Asal Kendal, Jawa Tengah) Kiai Haji Ahmad Rifai dilahirkan pada 9 Muharam 1200 H atau1786 di desa Tempuran Kabupaten Semarang. Beliau sorang ulama keturunan Arab, memimpin suatu pesantren di Kendal Jawa Tengah. Setelah beberapa kali keluar masuk penjara Kendal dan Semarang karena dakwahnya tegas, dalam usia 30 tahun. Tahun 1272 H ( 1856 ) adalah merupakan tahun permulaan krisis bagi gerakanKiai Haji Ahmad Rifai . Hal ini disebabkan hampir seluruh kitab karangan ( dan Hasil tulisan tangan beliau ) disita oleh pemerintah Belanda , disamping itu para murid dan Ahmad Rifai sendiri terus - menerus mendapat tekanan Belanda . Sebelum Haji Ahmad Rifai diasingkan dari kaliwungu Kendal Semarang , tuduhan yang dikenakan hanyalah persoalan menghasut pemerintah Belanda dan membawa Haji Ahmad Rifai dipenjara beberapa hari di Kendal , Semarang dan terakhir di Wonosobo . Tahun1859 Ahmad Rifa’i diasingkan Belanda ke Ambon, kemudian diasingkan lagi ke Tondano pada tahun 1861 bergabung dengan group Kyai Modjo. Di Kampung Jawa Tondano K.H Ahmad Rifa’i menciptakan kesenian terbang (rebana) disertai dengan lagu-lagu, syair-syair, nadzam-nadzam yang diambil dari kitab karangannya. K.H Ahmad Rifa’iwafat di Kampung Jawa Tondano pada Kamis 25 Robiul Akhir 1286 H atau tahun 1872 (usia 86 tahun) dan dimakamkan dikomplek makam Kyai Modjo. Tahun 1880: Sayid Abdullah Assagaf (Asal Palembang, Sumatra selatan). .Sayed Abdullah Assagaf adalah orang Arab yang lahir di Palembang, Sumatra Selatan. Belanda mengasingkannya ke Tondano pada tahun 1880 kerana menganggapnya menghasut masyarakat untuk melawan Belanda. Di Palembang Assagaf konon ia menikah dengan wanita Belanda (Nelly Meijer) putri Residen Bengkulu. Dari perkawinannya dengan wanita Belanda ini ia memperoleh satu orang anak laki-laki (Raden Nguren/Nuren). Sebelum nenikah dengan Assagaf, Nelly Meijer adalah janda beranak satu dari perkawinannya dengan adik Sultan Palembang (Mahmud Badaruddin II). Nelly Meijer dan kedua anaknya kemudian menyusul ke Kampung Jawa Tondano dan Raden Nuren kemudian menikah dengan wanita Minahasa asal Remboken. Anak Nelly Meijer yang satunya lagi (hasil perkawinan dengan adik sultan Palembang) menikah di Kampung Jawa Tondano dan menurunkan keluarga (fam) Catradiningrat. Di Kampung Jawa Tondano Sayed Abdullah Assagaf menikah (lagi) dengan Ramlah Suratinoyo dan memiliki 7 orang anak, dan dari mereka menurunkan keluarga (fam) Assagaf di Kampung Jawa Tondano. Keberadaan Abdullah Assagaf di Kampung Jawa Tondano telah men”distorsi” budaya kampung Jawa Tondano yang semula sangat kental dengan budaya jawa. Abdullah Assagaf berhasil mentransfer dan mengawinkan budaya Arab-Sumatra dengan budaya jawa dan melahirkan budaya jaton generasi ketiga. Tahun 1884:Gusti (Pangeran) Perbatasari (Banjarmasin, Kalimantan). Pangeran Perbatasari melakukan pemberontakan terhadap Belanda namun kemudian ia tertangkap di daerah Kutai ketika dalam perjalanan membeli persenjataan dan tahun 1884 diasingkan ke kampung Jawa tondano. Di Kampung jawa Tondano Pangeran Perbatasari menikah dengan dengan wanita JATON. Satu orang saudara laki-lakinya (Gusti Amir) kemudian menyul ke Kampung Jawa Tondano dan menikah dengan wanita JATON (fam.Sataruno). Tahun 1895: Tengku Muhammad / Umar (Asal Aceh). Tengku Muhammad atau Tengku Umar (bukan Tengku Umar pahlawan Aceh) diketahui tidak mempunyai keturunan di jaton. Tahun 1889 : Banten Group. Pada tanggal 9 Juli 1888 di Cilegon (Banten – Jawa Barat) meletus perlawanan rakyat (disebut Geger Cilegon) terhapap pemerintah colonial Belanda. Geger Cilegon dipimpin oleh pemuka islam Cilegon antara lain Haji Abdul karim pemimpin tarekat di Lempuyang), Haji Tubagus Ismail, Haji Marjuki, dan Haji Wasid (pemimpin pesantren di Beji-Bojonegara, beliau murid Syekh Nawawi Al Bantani). Pada saat itu Banten sedang dihadapi bencana besar. Setelah meletusnya Gunung Karakatau pada tahun 1883 yang merenggut 20.000 juta jiwa lebih, disusul dengan berjangkitnya wabah penyakit hewan (1885) pada saat itu masyarakat banyak yang percaya pada tahayul dan perdukunan. Di desa Lebak Kelapaterdapat satu pohon besar yang sangat dipercaya oleh masyarakat memiliki keramat. Berkali-kali H. Wasid memperingati masyarakat. Namun bagi masyarakat yang tidak mengerti agama, fatwanya itu tidak diindahkan. H. Wasid tidak dapat membiarkan kemusrikan berada didepan matanya. Bersama beberapa muridnya, beliau menebang pohon besar tersebut. Kejadian inilah yang menyebabkan beliau dibawa ke pengadilan (18 Nopember 1887), belaiu didenda 7,50 gulden. Hukuman tersebut menyinggung rasa keagamaan dan harga diri murid-murid dan para pendukungnya. Selain itu, penyebab terjadinya persitiwa berdarah, Geger Cilegon adalah dihancurkannya menara langgar di desa Jombang Wetan atas perintah Asisten Residen Goebel.Goebel menganggap menara tersebut mengganggu ketenangan masyarakat, karena kerasnya suara. Selain itu Goebel juga melarangang Shalawat, Tarhim dan Adzan dilakukan dengan suara yang keras. Kelakuan kompeni yang keterlaluan membuat rakyat melakukan pemberontakan.Pada hari Senin tanggal 9 Juli 1888 diadakan serangan umum. Dengan memekikan Takbirpara ulama dan murid-muridnya menyerbu beberapa tempat yang ada di Cilegon. Pada peristiwa tersebut Henri Francois Dumas - juru tulis Kantor Asisten residen - dibunuh oleh Haji Tubagus Ismail. Demikian pula Raden Purwadiningrat, Johan Hendrik Hubert Gubbels, Mas Kramadireja dan Ulrich Bachet, mereka adalah orang-orang yang tidak disenangi oleh masyarakat.Cilegon dapat dikuasio oleh para pejuang "Geger Cilegon". Tak lama kemudian datang 40 orang serdadu kompeni yang dipimpin oleh Bartlemy. Terjadi pertempuran habet antara para pejuang dengan serdadu kompeni. hingga akhirnya pemberontakan tersebut dapat dipatahkan. Haji Wasid dihukum gantung. Sedangkan yang lainnya dihukum buang. Diantaranya adalah Haji Abdurrahman dan Haji Akib dibuang ke Banda. Haji Haris ke Bukittinggi Haji Arsyad thawil ke Gorontalo, Haji Arsyad Qashir ke Buton, Haji Ismail ke flores, selainnya dibuang ke Tondano, Ternate, Kupang, Manado, Ambon dan lain-lain. Semua pemimpin yang dibuang berjumlah 94 orang. Dari jumlah tersebut ada 4 orang yang dibuang ke kampung Jawa Tondano dan kemudian menikah dengan wanita Jaton.adalah Haji Abdul Karim (menikah dengan fam Haji Ali), Haji Muhammad Asnawi (menikah dengan fam Haji Ali) , Haji Jafar (menikah dengan fam Maspekeh) dan Haji Mardjaya. Keturunan mereka menggunakanfam Tubagus. Tahun 1900: Haji Saparua (Asal Maluku). Haji saparua menikah di Tondano (Babcock, 1989) namun tidak ada catatan mengenai keturunannya.

500 TKI Dikirim ke Korea Permintaan Naker Minahasa Tinggi

Kamis, 13 Oktober 2011 , 09:36:00 500 TKI Dikirim ke Korea Permintaan Naker Minahasa Tinggi TONDANO- Sulitnya lapangan pekerjaan di Kabupaten Minahasa, membuat sejumlah warganya lebih memilih menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Informasi yang diperoleh Koran ini dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Minahasa, ada sekira 500 TKI asal Minahasa yang akan diberangkatkan ke Korea. Kadisnaker J Sumarauw SH ketika dikonfirmasi membenarkan dalam waktu dekat ini Pemkab akan mengirim 500 TKI ke negeri ginseng. “Pengiriman tenaga kerja ini dilakukan seiring tingginya animo perusahaan-perusahaan besar di Korea yang meminta tenaga kerja asal Sulut,” ujarnya. Ditambahkannya, 500 calon TKI tersebut adalah hasil perekrutan Disnaker beberapa bulan lalu. “Para tenaga kerja ini telah dibekali dengan keahlian. Sebelum diberangkatkan para TKI digodok di kantor Disnaker dengan berbagai keahlian,” tegas Sumarauw. Ditanya akan bekerja sebagai apa TKI asal Minahasa ini, Sumarauw menjelaskan, ratusan TKI ini akan dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga dan bekerja di perusahaan-perusahaan.(***)

129 Km Jalan Rusak Parah Pemkab Harus Alokasikan Anggaran di APBD 2012

Senin, 17 Oktober 2011 , 11:49:00 129 Km Jalan Rusak Parah Pemkab Harus Alokasikan Anggaran di APBD 2012 AMURANG- Infrastruktur jalan di wilayah Kabupaten Minahasa Selatan masih banyak yang memprihatinkan. Data yang diperoleh, dari total jalan sepanjang 462 kilometer (Km), 129 Km di antaranya mengalami kerusakan berat dan ringan. Ini berarti hanya 230 Km ruas jalan yang diaspal hot mix sejak dimekarkan pada tahun 2003 lalu. “Pemerintah kabupaten harus mengalokasikan dana sebesar satu persen dari APBD 2012 mendatang untuk memperbaiki jalan yang rusak,” ujar personil Komisi III Setli Kohdong kepada wartawan koran ini, kemarin. Menurutnya, alokasi dana ini harus secepatnya ditetapkan dalam APBD tersebut. Sebab tingkat kerusakan jalan yang ada di wilayah ini sudah semakin parah. ”Saat ini eksekutif dan legislatif sedang membahas KUA-PPAS 2012. Jadi sudah seharusnya dana satu persen itu dimasukkan,” harap salah satu pengacara handal Sulut ini. Kepala Dinas PU Ir Joutje Tuerah, membenarkan bahwa tingkat kerusakan jalan sudah semakin parah. Bahkan di beberapa desa kondisi jalannya tak bisa dilalui. “Kalau mau jujur, torang masih butuh dana sebesar Rp4,6 miliar untuk menanggulangi kerusakan dan pemeliharaan jalan,” pungkasnya (old)

Sulut Aman Krisis Pangan

Senin, 17 Oktober 2011 , 08:08:00 Sulut Aman Krisis Pangan Bupati/Wali Kota Teken MOU Keroyok Swaber (ilustrasi) MANADO— Gubernur Dr Sinyo Harry Sarundajang (SHS) menjamin, tahun 2012 Sulawesi Utara aman dari krisis pangan. Gubernur jamin Sulut aman, karena Sabtu (15/10) akhir pekan lalu, ia telah mengumpulkan 14 bupati/wali kota (minus Sitaro yang tak ada lahan sawah) di Ruang Huyula Kantor Gubernur. Dalam pertemuan itu, mereka menyatakan komitmen sama-sama capai swasembada beras (Swaber) di tahun 2012. Komitmen itu dinyatakan lewat penandatanganan memorandum of understanding (MOU). Langkah antisipatif ini dilakukan Gubernur, menyusul ancaman krisis pangan yang akan terjadi di tahun 2012 nanti. Hal ini terjadi menyusul krisis finansial dan perubahan iklim global yang diperkirakan akan berdampak pada produksi pangan di seluruh dunia, sehingga terjadinya krisis pangan yang disebabkan melambungnya harga bahan pangan, dan terjadinya kegagalan pangan di berbagai negara. Apalagi ketergantungan Indonesia yang besar terhadap impor sejumlah komoditas pangan utama, membuat Indonesia terancam menghadapi krisis pangan. "Saat ini kita semua sebagai kepala daerah, diminta untuk bergerak cepat mengatasi ancaman krisis pangan yang akan melanda dunia termasuk Indonesia dan daerah kita dalam periode beberapa tahun ke depan. Kita harus selamatkan rakyat kita," tegas Sarundajang. Menurut Gubernur, ini tidak main-masin. Ia meminta keseriusan seluruh bupati/wali kota di 15 kabupaten/kota untuk mencapai target masing-masing. “Saya tahu anda sibuk. Tapi apa yang kita tandatangani sekarang adalah masalah perut. Ini adalah kepentingan warga kita. Apa kita tega warga yang memilih kita kelaparan? Ini adalah makanan sampai kiamat,” katanya menggugah para bupati/wali kota yang hadir. MOU yang kata SHS adalah kontrak itu, merupakan antisipasi berkurangnya pasokan beras dari luar negeri. Dirinya pun mengapresiasi para bupati/wali kota yang dalam beberapa kesempatan terlihat aktif turun ke sawah. Saya apresiasi dan kalau perlu kita ambil waktu khusus untuk tidur di sawah bersama petani. Bila ada daerah yang berhasil mencapai target, akan saya beri penghargaan,” ujar SHS yang disambut gembira seluruh undangan. “Jadi saya mohon, ini diseriusi. Anda hanya satu kali tanda tangan tapi saya sampai berapa kali tanda tangan tadi,” ucapnya menggugah para bupati/wali kota. Swaber 2012 sendiri sejalan dengan Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) 2014 yang telah dijabarkan dalam rapat koordinasi (Rakor) bersama Menteri Pertanian dan seluruh gubernur, 19 September lalu. Dalam Rakor tersebut, SHS bersama para gubernur pun telah menandatangani MOU untuk mencapai P2BN 2014. Untuk mencapai Swaber 2012 dan P2BN 2014, SHS mewarning seluruh bupati/wali kota untuk mengharamkan alih fungsi sawah. Meski pun tawaran investasi menggiurkan datang dari developer real estate, namun orang nomor satu di Sulut meminta bupati/wali kota untuk bijaksana. Jangan mengurangi luas areal sawah,” tandasnya. Sedikit berguyon, SHS pun mengeluarkan statement yang ternyata membuat undangan tertawa. “Bupati wali kota jangan main-main dengan tanah nanti cepat masuk tanah.” Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Sulut Johanis Panelewen menjelaskan, swaber 2012 dan P2BN 2014 merupakan langkah antisipatif untuk menghadapi berkurangnya pasokan dari Vietnam. Sementara, karena makin banyaknya penduduk dan climate change yang diprediksi mulai berlangsung 2012 nanti, dipastikan negara pengekspor tak akan lagi mengirim berasnya ke Indonesia. Lewat MOU, diharapkan akan tercipta sinergitas termasuk komitmen lewat anggaran dan regulasi di masing-masing kabupaten/kota. Sulut sendiri, sejak 2005 sustain menaikkan produksi berasnya 5%. Dan, untuk mencapai swaber 2012, produksi gabah kering (GBK) harus 660 ribu ton. Sementara untuk P2BN, secara bertahap sumbangsih GBK Sulut sebanyak 700 ribu ton di 2014 nanti. Dari GBK tersebut, setelah diolah menjadi beras, akan mengalami penyusutan hingga 48%. Secara nasional, di 2014 nanti, produksi GBK harus mencapai 10 juta ton. Kegiatan Peningkatan Produksi Padi Untuk Menunjang Sulut Swasembada Beras 2012 dan Mendukung Surplus Beras Nasional 10 Juta Ton Tahun 2014 tersebut ikut dihadiri Direktur Budidaya Serealia Kementrian Pertanian Rahmat Pinem. Sementara itu, tindakan Gubernur yang mengumpul para kepala daerah untuk membicarakan menyangkut isi perut rakyat Sulut yang lagi terancam, mendapat pujian warga. ‘’Melihat berita di internet, seluruh dunia lagi demo besar-besaran terkait krisis yang sudah mulai melanda negara mereka. Tahun 2012 diperkirakan krisis global itu sudah sampai ke Indonesia, termasuk daerah kita. Kami salut Pak Gubernur langsung melakukan langkah antisipatif untuk mengatasi dampak krisis. Begitu juga bupati dan wali kota yang ikut menandatangani perjanjian untuk swasembada beras. Tetapi kami mengecam kepala daerah yang tidak hadir dan hanya mewakilkan. Kalau agenda politik, mereka berusaha hadir. Tetapi kalau agenda nasib rakyat, hanya diwakilkan. Lebih parah lagi ada kepala daerah sejak terpilih sampai sekarang, hanya sibuk urus politik. Sibuk kejar jabatan politik. Jangankan berbuat untuk rakyat, memikirkan nasib rakyat saja tidak pernah,’’ ujar sejumlah warga Kota Manado yang meminta namanya tidak dikorankan. Sementara itu, Indonesia sendiri terancam terkena dampak krisis pangan karena ketergantungan yang sangat besar terhadap impor sejumlah komoditas pangan utama. Indonesia berencana akan kembali mengimpor beras sebesar 1,75 juta ton. Jika ini terealisasi, maka Indonesia merupakan importir beras terbesar kedua di dunia. Bukan hanya beras, ketergantungan pemenuhan kebutuhan pangan nasional utama lainnya terhadap impor juga cukup besar seperti kedelai (70 persen), garam (50 persen), daging sapi (23 persen), dan jagung (11,23 persen).